Oleh: Roy Anthonius Susanto
Vice Director, Multimedia Nusantara Polytechnic
Dunia tengah berkembang dalam pusaran perubahan global yang tak menentu (VUCA) dan disrupsi teknologi masif. Untuk itu, pendidikan tinggi vokasi diharapkan mampu menghadapi momen refleksi krusial. Tantangan utamanya adalah menghasilkan lulusan yang tidak hanya menguasai keterampilan teknis. Tetapi juga mampu beradaptasi cepat dengan kebutuhan pasar kerja yang terus bergeser.
Realitas di Indonesia menunjukkan tantangan ini semakin mendesak. Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2024 mengungkapkan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) masih mendominasi dengan angka 9,01%. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan TPT lulusan SMA (7,05%), maupun lulusan diploma (4,83%) dan sarjana (5,25%).
Berdasarkan data tersebut, berarti terdapat kesenjangan keterampilan (skill mismatch) yang parah. Apa yang diajarkan di institusi pendidikan belum sepenuhnya relevan dengan tuntutan industri. Meskipun pendidikan vokasi dirancang untuk “langsung kerja,” banyak perusahaan merasa keterampilan praktis lulusan belum memenuhi standar. Apalagi standar industri kreatif dan teknologi terkini, khususnya standar perilaku profesional.
Transformasi Pembelajaran Vokasi: Keluar dari “Gua” Ketidaktahuan
Menjawab defisit relevansi ini, diperlukan terobosan filosofis dan praktis dalam model pembelajaran. Pendidikan tinggi vokasi harus menjadi proses “pembebasan”. Bisa mengajak mahasiswa keluar dari zona nyaman teori menuju realitas industri yang sesungguhnya.
Mengadopsi pemikiran Plato tentang ‘alegori gua’, institusi seperti Multimedia Nusantara Polytechnic (MNP) telah memulai transformasi tersebut. Pembelajaran tidak lagi terbatas pada ruang kelas, melainkan berbasis proyek nyata dan kemitraan industri intensif.
Mahasiswa terlibat langsung dalam memecahkan masalah riil dunia kerja, menggunakan teknologi kreatif sebagai solusi. Pendekatan ini memastikan mereka tidak hanya melihat “bayangan” keterampilan, tetapi menghadapi “matahari” tantangan industri secara utuh.
Â
Pilar Baru Pendidikan Vokasi: Kompetensi, Literasi, dan Karakter
Di MNP, konsep tradisional Skill, Knowledge, dan Attitude (SKA) telah berevolusi menjadi tiga pilar yang lebih sesuai dengan era digital: Kompetensi, Literasi, dan Strong Character.
- Kompetensi: Bergeser dari penguasaan teknis dasar menjadi mastery mendalam di bidang teknologi kreatif. Fokusnya adalah pada kemampuan memberdayakan dan mendayagunakan teknologi terkini. Misalnya, desain event management berbasis Artificial Intelligence atau Augmented Reality) untuk berkreasi dan berinovasi.
- Literasi: Kunci menghadapi era disrupsi. Mahasiswa dilatih dalam Literasi Digital, khususnya integrasi AI dalam peningkatan produktivitas, serta Literasi Lingkungan (Sustainability). Mereka dididik untuk menciptakan konten digital yang tidak hanya menarik, tetapi juga bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan.
- Strong Character: Menekankan pada integritas, resiliensi, profesionalisme kerja dan kepemimpinan. Di tengah tekanan tinggi industri kreatif, karakter yang kuat menjadi fondasi agar wawasan teknologi digunakan secara bertanggung jawab secara moral.
Â
Merangkul Kecerdasan Majemuk dan Tujuan (Purpose)
Di samping tiga pilar tersebut, MNP juga mengadopsi teori Multiple Intelligence dari Howard Gardner. Menyadari bahwa setiap individu memiliki kecerdasan yang unik (visual-spasial, interpersonal, kinestetik, dan lainnya), program pembelajaran didesain untuk menyediakan jalur yang beragam. Mahasiswa dengan kecerdasan visual dapat unggul di bidang Animation and Game. Sementara yang  memiliki keunggulan interpersonal dan psikomotorik dapat fokus pada Event Management. Sedangkan bagi yang memiliki keunggulan analitis dapat mengembangkan diri pada bidang Digital Commerce and Supply Chain.
Namun, ketiga pilar ini hanya akan menjadi fondasi yang kokoh jika didukung oleh purpose yang jelas. Purpose bukan sekadar target karier, melainkan pemahaman mendalam tentang mengapa mereka memilih jalur vokasi dan bagaimana kontribusi mereka ingin memengaruhi masyarakat.
Mahasiswa yang memiliki purpose yang kuat akan memiliki motivasi intrinsik untuk menguasai kompetensi, konsisten membangun literasi AI dan sustainability, serta teguh dalam mengembangkan karakter. Purpose inilah yang berfungsi sebagai kompas moral dan profesional yang akan membawa mereka melampaui sekadar mencari pekerjaan. Menjadi individu yang mampu menciptakan makna dan dampak.
Â
Vokasi sebagai Pionir Transformasi
Refleksi ini menunjukkan bahwa pendidikan tinggi vokasi memiliki peran sentral sebagai katalis transformasi sosial. Memadukan kearifan filosofis, pemahaman mendalam tentang potensi manusia, dan adaptasi kurikulum yang didukung data aktual, institusi dapat mengubah narasi lama. MNP memfokuskan diri sebagai pencetak pelaku profesional (doer).
Vokasi masa depan harus dilihat bukan lagi sebagai jalur “kelas dua”. Melainkan sebagai pionir yang menghasilkan lulusan yang tidak hanya siap bersaing secara teknis di pasar global. Tetapi juga memiliki visi dan misi untuk membangun Indonesia yang lebih baik melalui kekuatan multimedia dan teknologi digital. Inilah wajah baru pendidikan tinggi vokasi: transformatif, inklusif, dan berdampak.