Transformasi Politeknik Menjadi Universitas Terapan: Pelita Indonesia Gelar FGD Bareng FDPNI

Category
Release Date
July 14, 2025
Reading Time
2 minutes

Jakarta, 12 Juli 2025 — Perkumpulan Politeknik Swasta (Pelita) Indonesia menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) Nasional pada Sabtu (12/7), secara daring. FGD yang diselenggarakan berkolaborasi dengan Forum Direktur Politeknik Negeri Indonesia (FDPNI) bertemakan “Transformasi Politeknik Menjadi Universitas Terapan: Antara Gagasan dan Harapan”. Tema tersebut diangkat dalam rangka menjawab tantangan masa depan pendidikan vokasi dan memperkuat posisi politeknik di tengah ekosistem pendidikan tinggi.

 

 

Transformasi Politeknik menjadi Universitas Terapan

 

FGD ini dihadiri oleh lebih dari 80 peserta, yang berasal dari para pimpinan politeknik negeri dan swasta dari seluruh Indonesia. Diskusi ini menjadi ruang strategis untuk menggali potensi, peluang, tantangan, serta arah kebijakan terkait transformasi kelembagaan politeknik menjadi Universitas Terapan. Tujuan ini dimaksudkan tanpa menghilangkan ciri khas vokasionalnya.

 

Pada kesempatan ini, narasumber FGD menghadirkan perwakilan dari PELITA dan FDPNI. Dari PELITA di antaranya: Ginanjar Wiro Sasmito (Direktur Eksekutif PELITA Indonesia), Dadang Syarif Sihabudin Sahid (Ketua Bidang Kelembagaan PELITA Indonesia). Sementara dari FDPNI diwakili oleh Mohammad Nurdin (Ketua Penasihat FDPNI), dan Aliridho Barakbah (Penasihat FDPNI).

 

Ketua Umum Pelita Indonesia, Akhwanul Akhmal, dalam sambutannya menyatakan bahwa perubahan ini merupakan langkah strategis untuk menjawab dinamika dunia kerja. Saat ini kondisinya semakin kompleks dan kompetitif, sehingga diperlukan langkah yang lebih strategis.

 

“Transformasi politeknik menjadi universitas terapan bukan sekadar perubahan nomenklatur. Tetapi sebuah lompatan strategis untuk meningkatkan relevansi, mutu, dan daya saing lulusan di tingkat nasional maupun global,” tegas Akhwanul.

 

Senada dengan Ketua umum Pelita, Ketua FDPNI, Ahyar M. Diah, dalam sambutannya juga menyampaikan harapannya. Ia ingin agar langkah menuju universitas terapan tidak menghilangkan kekuatan inti politeknik.

 

“Transformasi ini harus tetap menjaga nilai-nilai vokasi: berbasis praktik, kompetensi, dan keterlibatan industri secara nyata,” ujarnya.

 

Universitas Terapan

 

Kolaborasi untuk Mengatasi Tantangan

 

Salah satu narasumber utama, Ginanjar Wiro Sasmito (Direktur Eksekutif Pelita), menyoroti masih kuatnya stigma masyarakat terhadap politeknik. Masyarakat memiliki persepsi yang sering kali menganggap politeknik sebagai pilihan kedua.

 

“Dalam konteks politeknik swasta, stigma ini berdampak langsung pada minat pendaftar. Pada akhirnya berimbas pada keberlangsungan operasional serta pengembangan kualitas pendidikan vokasi kita,” ujarnya.

 

Senada dengan itu, Aliridho Barakbah, Penasihat FDPNI, menyoroti perlunya kesetaraan hak antara politeknik dan universitas. Ia berpendapat bahwa kewajiban politeknik hampir setara dengan universitas.

 

“Tetapi pengakuan eksternal—termasuk dari kampus dan industri luar negeri—masih terbatas. Bahkan, banyak yang mengira politeknik hanya menyelenggarakan D1 atau D2, padahal Indonesia sudah memiliki jenjang sarjana dan magister terapan,” jelasnya.

 

Akhwanul dan Ahyar bersepakat agar hasil dari FGD ini akan dirumuskan sebagai bahan masukan strategis atau kajian akademis kepada pemerintah. Khususnya Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Kemendikti Ristek), dalam menyusun arah kebijakan pendidikan tinggi vokasi ke depan yang lebih inklusif dan adaptif terhadap kebutuhan zaman.