Ardhan Fadhlurrahman, Co-Founder dan COO dari Separuh Interactive memberikan kuliah tamu di Multimedia Nusantara Polytechnic (MNP) pada 15 September 2025. Ardhan menjadi praktisi di industri game developer yang juga menjadi fokus dari Program Studi (Prodi) Animation & Game MNP.
Belajar dari Game Developer
Untuk diketahui, Separuh Interactive merupakan studio yang menghasilkan Intellectual Property (IP) dari game AGNI: Village if Calamity. AGNI ini dikenal oleh para gamers sebagai survival game sinematik asli Indonesia yang mendapat pengakuan internasional. Beberapa di antaranya menjadi game yang tampil di Xbox Asia Showcase 2025 dan Indie Arena Tokyo Game Show 2025.
Sebanyak tiga angkatan Mahasiswa Prodi Animation & Game MNP mengikuti kuliah tamu yang dengan topik Character Design & Game Production. Ardhan yang juga menjadi Deputy of Industri dari Asosiasi Game Indonesia menyampaikan konsep dan praktik terbaik dari pengembangan game.
“Pada produksi game, dikenal istilah pipeline, atau tahapan dalam mengembangkan game. Mulai dari Pre-Production, Production, dan Post-Production, di mana di tiap tahapan ada masing-masing pekerjaannya lagi. Misalnya, Making Levels dan Playtesting di tahap Production, atau Marketing Assets Creations dan Managing Monetization pada Post-Production,” jelas Ardhan.
Ardhan melanjutkan, dalam pengembangan game cukup mirip dengan bagaimana mengembangkan produk multimedia lainya, termasuk film animasi. Ada prinsip dasar desain karakter yang meliputi 7 bentuk seperti lingkaran, kotak, segitiga, dan oval. Ada juga teori psikologi warna yang memengaruhi kesan psikologis dan efek visual karakter yang diciptakan.
Motivasi untuk Pengembang Lokal dan Mahasiswa
Kuliah tamu ini kemudian memunculkan penasaran bagi banyak mahasiswa, sehingga pada sesi tanya-jawab dibanjiri oleh pertanyaan. Salah satunya mengenai pasar game buatan pengembang lokal yang sepi peminat. Ardhan kemudian menjelaskan bahwa 90% pasar game di Indonesia dikuasai oleh pengembang global, hanya 10% gamer memainkan game pengembang lokal.
“Faktor utamanya karena penghasilan orang Indonesia yang tidak begitu tinggi. Contohnya untuk game AAA (diterbitkan oleh perusahaan besar dengan anggaran tinggi), dijual dengan harga US$ 50 atau Rp 800 ribu. Tentunya gamer lokal yang tidak punya keleluasaan anggaran untuk membeli game, akan punya preferensi untuk membeli game yang mainstream. Sehingga tidak ada cukup ruang untuk mereka mencoba – dan membeli game buatan pengembang lokal,” terangnya.
Pada akhir kuliahnya, Ardhan juga memaparkan mengapa Separuh Interactive tetap ingin survive dan semakin eksis sebagai pengembang game lokal. Studio ini memiliki visi untuk mengembangkan game bergenre horror survival ber-setting Asia Tenggara dengan sinematik terbaik. Oleh karena itu, perjalanan Ardhan dan rekan-rekan untuk mendirikan dan mengembangkan Separuh Creative diharapkan mampu memotivasi para mahasiswa agar bisa bekerja dan menjadi entrepreneur di industri game.