Menu Close
Menu Close

Inovasi Manajemen Pendidikan Tinggi Vokasi: Solusi Disruptif Hadapi PHK di Indonesia

Category
Release Date
May 13, 2025
Reading Time
4 minutes

Oleh: Roy Anthonius Susanto โ€“ Direktur Multimedia Nusantara Polytechnic

 

 

Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di Indonesia pada kuartal pertama tahun 2025 menjadi sinyal krusial yang menuntut reorientasi strategi dalam pengelolaan pendidikan tinggi vokasi, khususnya politeknik.

 

Menurut data dari Kementerian Ketenagakerjaan RI, lebih dari 24.036 pekerja terdampak PHK selama Januari hingga April 2025. Sebagian besar berasal dari sektor manufaktur, tekstil, dan teknologi. Angka ini mengindikasikan ketidakseimbangan antara keterampilan lulusan pendidikan vokasi dan kebutuhan nyata industri. Segala lini kian terdigitalisasi dan terdampak otomatisasi.

 

 

Pendidikan Tinggi Vokasi sebagai Disruptor

 

Politeknik, sebagai pilar utama pendidikan tinggi vokasi, menghadapi tantangan krusial untuk tidak hanya mengejar ketertinggalan. Seperti role model, manajemen juga harus menciptakan terobosan dalam pengelolaan institusinya. Disrupsi bukan lagi pilihan, melainkan keharusan.

 

Salah satu kelemahan strategis yang masih sering dilakukan oleh institusi vokasi adalah berfokus hanya pada aspek akademis seperti kurikulum yang tidak fleksibel. Juga menyelesaikan masalah metode pembelajaran yag masih konvensional dan keterpakuan pada standar paradigma lama. Namun semuanya dilakukan tanpa membangun kesetaraan posisi dengan industri sebagai mitra strategis.

 

Menjawab fenomena PHK dan memperkuat daya saing lulusan, politeknik harus mengubah dirinya menjadi organisasi adaptif dan reflektif terhadap dinamika industri. Pendekatan transdisipliner dalam penyusunan kurikulum, telah diteliti oleh Tasdemir dan Gazo pada 2020. Hasilnya menunjukkan bahwa integrasi antara sustainability, teknik manajemen modern (lean, six-sigma, life-cycle assessment), dan pembelajaran berbasis proyek dapat secara signifikan meningkatkan kesiapan kerja mahasiswa.

 

Transformasi ini tidak hanya bersifat pedagogis, tetapi juga struktural. Pengelolaan politeknik harus mulai meniru model organisasi industri yang agile dan inovatif. Dua pendekatan manajerial yang layak diadopsi adalah dynamic capabilities dan organizational ambidexterity.

 

Dynamic capabilities merujuk pada kemampuan organisasi untuk beradaptasi, berinovasi, dan merekonfigurasi sumber daya yang dimilikinya. Semuanya harus dilakukan agar selaras dengan perubahan lingkungan eksternal yang dinamis. Kerangka kerja ini memungkinkan politeknik untuk secara proaktif mengidentifikasi peluang baru, merespons ancaman, dan menciptakan keunggulan kompetitif berkelanjutan.

 

Sementara itu, organizational ambidexterity menekankan kemampuan organisasi untuk secara simultan menjalankan kegiatan eksplorasi (inovasi, eksperimen, penciptaan pengetahuan baru) dan eksploitasi. Eksplorasi melibatkan pencarian pengetahuan baru, eksperimen, dan inovasi radikal, sedangkan eksploitasi berfokus pada peningkatan efisiensi, optimasi proses, dan inovasi inkremental.

 

Dengan mengadopsi organizational ambidexterity, politeknik dapat menyeimbangkan pengembangan program-program studi baru yang relevan dengan kebutuhan industri masa depan (eksplorasi). Sekaligus melakukan peningkatan kualitas program-program studi yang sudah ada. Kedua pendekatan manajerial tersebut sudah terbukti relevan dalam entitas bisnis modern. Sehingga sangat memungkinkan untuk diadaptasi agar pengelolaan politeknik bisa lebih adaptif, dinamis, dan inovatif.

 

 

Kurikulum yang Relevan dengan Industri

 

Kurikulum vokasi ke depan tidak bisa berhenti pada aspek teknikal. Diperlukan pendekatan holistik yang menyertakan kewirausahaan sebagai orientasi dan kerangka berpikir untuk bertindak. Politeknik harus mulai menumbuhkan budaya inovasi dengan menempatkan mahasiswa sebagai problem solver dan co-creator nilai bagi masyarakat dan industri.

 

Pengalaman di Purdue University menunjukkan bahwa integrasi pembelajaran proyek berbasis industri dan pelatihan manajemen modern dapat meningkatkan kesadaran keberlanjutan. Selain itu kemampuan berpikir kritis, dan kesiapan kerja mahasiswa juga bisa meningkat secara signifikan.

 

Sebuah studi mencatat bahwa nilai sustainability index mahasiswa meningkat dari 6,69 menjadi 9,06 setelah mengikuti kurikulum transdisipliner berbasis hands-on project. Angka ini menunjukkan bahwa integrasi antara teori dan praktik yang relevan dengan tantangan industri dapat membekali mahasiswa dengan keterampilan yang lebih komprehensif dan relevan. Selain itu, kompetensi seperti manajemen pengetahuan, komunikasi, dan kepemimpinan juga menjadi elemen penting yang perlu ditanamkan pada lulusan.

 

Multimedia Nusantara Polytechnic (MNP) sebagai pendidikan tinggi vokasi baru di bawah naungan grup Kompas Gramedia memandang bahwa metode pelatihan vokasi yang perlu dikembangkan adalah dengan melakukan perubahan struktur dan strategi manajemen organisasi yang lebih relevan dengan dunia industri,  transformasi kurikulum serta perbaikan rantai suplai tenaga kerja yang terintegrasi dengan pendidikan vokasi. Untuk mencapai visi tersebut, politeknik memerlukan pemimpin yang tidak hanya memiliki kompetensi manajerial yang kuat, tetapi juga jiwa kewirausahaan yang visioner.

 

Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan vokasi. Misalnya, melalui penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) pada Maret 2025. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas pelatihan vokasi bagi siswa SMK melalui kerja sama dengan Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP). Kini, politeknik menunggu dengan antusias langkah dan  kebijakan pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi melalui kebijakan Diktisaintek Berdampak.

 

 

Relevansi Tinggi antara Pendidikan Tinggi Vokasi dan Dunia Industri

 

Dunia usaha dan dunia industri juga perlu mengubah paradigma tentang pendidikan tinggi vokasi yang kalah bersaing dengan pendidikan akademik. Dalam implementasinya, pendidikan tinggi vokasi tetap relevan dalam menyiapkan tambahan 58 juta tenaga kerja dengan keterampilan abad 21 pada 2030. Dengan adanya perkembangan teknologi AI, isu pergantian tenaga kerja manusia oleh robot dan AI perlu disikapi dengan meningkatkan kriteria SDM. Yakni sumber daya manusia yang memiliki kompetensi soft skills yang akan sulit tergantikan oleh teknologi.

 

Politeknik juga perlu secara aktif menjalin kemitraan strategis dengan industri, asosiasi profesi, dan pemerintah daerah. Kemitraan ini dapat diwujudkan melalui berbagai bentuk. Beberapa di antaranya program magang terstruktur, pembelajaran berbasis proyek nyata, pengembangan kurikulum bersama, dan pendirian pusat unggulan teknologi di lingkungan kampus. Ruang-ruang diskusi dengan Kamar Dagang dan Industri Indonesia perlu direalisasikan dari tataran konsep menjadi langkah taktis.

 

Tingginya angka PHK seharusnya menjadi peringatan bagi institusi pendidikan vokasi. Namun lebih dari itu, ini adalah momentum strategis untuk berbenah. Politeknik di Indonesia harus melangkah menuju tata kelola berbasis industri. Caranya dengan merancang kurikulum berbasis kebutuhan nyata dan mencetak lulusan yang tidak hanya mencari kerja, tetapi mampu menciptakan lapangan kerja.

 

Sebagaimana disampaikan dalam laporan UNDP 2024, masa depan pekerja adalah masa depan yang didesain bukan yang diwarisi. Maka sudah saatnya pendidikan tinggi vokasi mengambil peran sebagai arsitek masa depan bangsa.

 

Belajar dan temukan berbagai artikel menarik lainnya pada menu News & Feature di laman resmi kami. Anda juga bisa mengikuti Instagram kami di @multimedianusantarapolytechnic & TikTok di @lifeatmnp untuk memperoleh informasi terkini seputar MNP!

How can I help you? :)

10:23